Satu Napas Darat dan Laut : Merawat Indonesia dari Hulu hingga Samudera

Bagikan Artikel ini :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

 

Indonesia adalah negeri dengan anugerah alam tak tertandingi, hutan tropis terluas di Asia Tenggara, sungai-sungai panjang yang membawa kehidupan, dan lautan luas yang menjadi pusat keanekaragaman hayati dunia. Tapi di balik keindahan ini, ada realitas pahit yang terus mengintai, kerusakan ekosistem, konflik pemanfaatan ruang, dan ketimpangan manfaat dari sumber daya yang seharusnya milik bersama.

Pengelolaan lanskap darat dan laut selama ini kerap terjebak dalam sekat-sekat administrasi dan sektoral. Tata ruang darat tak nyambung dengan rencana zonasi laut. Program perlindungan terumbu karang tak memperhitungkan erosi dari hulu sungai. Strategi mitigasi bencana pesisir diabaikan dalam rencana pembangunan di pegunungan. Padahal, seluruh ruang hidup ini terhubung secara ekologis. Alam tidak mengenal batas kementerian atau garis koordinat. Ia bekerja sebagai satu sistem. Satu napas.

 

Tantangan di Persimpangan Krisis

Indonesia saat ini menghadapi tekanan serius, ekspansi industri di kawasan pesisir, degradasi mangrove, eksploitasi hasil laut, dan naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim. Lebih dari 60% penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir, namun ironisnya, mereka sering kali menjadi kelompok paling rentan kehilangan mata pencaharian, tanah, bahkan tempat tinggal. Di sisi lain, pendekatan konservasi kerap berjalan tanpa melibatkan masyarakat lokal, menjadikan pelestarian sebagai proyek eksklusif, bukan gerakan kolektif.

Masalah lainnya adalah minimnya integrasi sains dalam kebijakan, serta kurangnya media dan jurnalisme lingkungan yang mampu menjembatani kompleksitas isu ini ke publik secara membumi. Padahal, di sinilah letak potensi perubahan.

 

Solusi: Lanskap Terpadu, Manusia Terlibat

Pengelolaan Lanskap Darat dan Laut Terpadu (IDLM) bukan hanya soal menyusun peta yang menyatukan wilayah hutan, sungai, rawa, dan laut. Ini soal mengubah cara pandang. Ini soal menempatkan manusia terutama masyarakat lokal, sebagai bagian dari ekosistem yang harus diberdayakan, bukan dimarjinalkan.

Beberapa solusi kunci yang bisa dijalankan antara lain:

  • Sinkronisasi Tata Ruang Darat-Laut: Pemerintah daerah dan pusat perlu menyusun rencana pembangunan dan konservasi yang saling terkoneksi dari hulu ke hilir. Zona perlindungan harus memperhitungkan arus sungai, aliran sedimen, dan kebutuhan perikanan berkelanjutan.
  • Integrasi Ketahanan Iklim: Setiap kebijakan lanskap harus memasukkan skenario perubahan iklim seperti kenaikan muka air laut, peningkatan suhu, atau cuaca ekstrem—ke dalam perencanaan jangka panjang.
  • Investasi Berdampak untuk Masyarakat Lokal: Pembangunan berbasis alam (nature-based solutions) harus dirancang untuk memberikan manfaat langsung, seperti pendapatan alternatif dari ekowisata, budidaya berkelanjutan, atau skema insentif bagi penjaga hutan dan mangrove.
  • Pemulihan Ekosistem Terpadu: Rehabilitasi mangrove di pesisir harus diselaraskan dengan reforestasi hulu dan restorasi lahan gambut. Program padat karya restorasi bisa melibatkan perempuan, nelayan, dan generasi muda.

 

Peran Media dan Komunitas: Suara yang Menyatukan

Media dan komunitas memiliki posisi strategis dalam menjembatani ilmu pengetahuan dan realitas masyarakat. Di tengah derasnya arus informasi dan hoaks, jurnalisme lingkungan dan penulisan berbasis sains menjadi senjata untuk menyuarakan solusi. Kisah tentang seorang nelayan yang sukses menjaga kawasan lautnya, atau tentang petani hutan yang merestorasi sungai, bisa lebih berdampak daripada grafik teknokratik. Itulah kekuatan storytelling.

Kompetisi menulis seperti ini bukan sekadar ajang karya, tapi gerakan. Gerakan untuk menyatukan para jurnalis, penulis, aktivis, dan warga biasa dalam satu napas perjuangan menjaga bumi. Setiap cerita yang ditulis dengan empati, data, dan nurani bisa membuka mata banyak pihak dan siapa tahu, mengubah arah kebijakan.

 

Penutup: Dari Kata ke Aksi

Masa depan Indonesia tergantung pada bagaimana kita mengelola ruang hidup hari ini. Lanskap darat dan laut bukan dua ruang terpisah, tapi satu sistem yang saling menopang. Untuk itu, solusi harus menyeluruh, melibatkan sains, adat, komunitas, dan kebijakan dalam satu tarikan napas.

 

Mari menulis, mari menyuarakan, mari bergerak.

Agar Indonesia tetap hidup—dari hulu hingga samudera.

 

Selamat berkarya untuk bumi kita tercinta! 🌱